JAKARTA, KOMPAS.com — Kekhawatiran amendemen UUD 1945 akan menjadi bola liar tampaknya mulai terbukti.
Usulan dan masukan terkait amendemen mulai berkembang, tidak terbatas pada menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), sebagaimana rekomendasi MPR periode 2014-2019.
Rencana amendemen kembali mencuat setelah PDI-P menyatakan dukungan untuk Bambang Soesatyo duduk di kursi Ketua MPR 2019-2024.
Dukungan PDI-P kepada Bambang bukan tanpa syarat. Satu dari lima syarat yang disampaikan, PDI-P meminta Bambang mendukung kelanjutan rencana amendemen terbatas UUD 1945 untuk menghidupkan kembali haluan negara melalui ketetapan MPR.
Baca juga: PSI Usul Masa Jabatan Presiden Jadi Tujuh Tahun
Sebelum menjadi Ketua MPR, Bambang pernah mengusulkan agar pemilihan presiden kembali digelar secara tak langsung. Artinya, presiden dipilih oleh MPR seperti pada Pemilu 1999.
Salah satu alasannya adalah kerumitan dalam pelaksanaan Pilpres 2019 yang juga mengakibatkan polarisasi tajam di masyarakat.
Kemudian, Sekjen Partai Nasdem Johnny G Plate berpendapat, amendemen UUD 1945 harus dibahas secara komprehensif.
Pasalnya, kata Plate, konstitusi negara Indonesia tidak mengenal istilah amendemen terbatas.
Baca juga: PDI-P: Masa Jabatan Presiden Cukup 2 Periode
Oleh sebab itu, pembahasan amendemen seharusnya tidak hanya terbatas pada kewenangan MPR menentukan haluan negara, tetapi juga terkait masa jabatan presiden.
Perubahan masa jabatan presiden
Seusai bertemu dengan perwakilan Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) di Jakarta, Rabu (20/11/2019), Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengakui adanya wacana perubahan masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Menurut Hidayat, secara informal ada anggota fraksi di MPR yang mewacanakan seorang presiden dapat dipilih kembali sebanyak tiga periode.
Baca juga: PDI-P: Tak Ada Urgensi Mengubah Masa Jabatan Presiden
Ada pula yang mewacanakan presiden hanya dapat dipilih satu kali, tetapi masa jabatannya diperpanjang menjadi 8 tahun.
"Iya memang wacana tentang amendemen ini memang beragam sesungguhnya, ada yang mewacanakan justru masa jabatan presiden menjadi tiga kali, ada yang mewacanakan untuk satu kali saja tapi dalam 8 tahun. Itu juga kami tidak bisa melarang orang untuk berwacana," ujar Hidayat.
Berdasarkan Pasal 7 UUD 1945, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.
Dengan demikian, presiden dan wakil presiden dapat menjabat paling lama 10 tahun dalam dua periode.
Baca juga: Gerindra: Masa Jabatan Presiden Jangan Terlalu Lama, 2 Periode Cukup
Selain itu, lanjut Hidayat, muncul juga wacana amendemen kembali ke naskah asli UUD dan perubahan konstitusi secara menyeluruh.
Namun, Hidayat tidak menjelaskan fraksi-fraksi mana saja yang mewacanakan hal tersebut. Ia hanya menegaskan seluruh wacana yang muncul masih dibahas dan dikaji oleh pimpinan MPR.
"Itu bagian-bagian yang belum selesai dibahas. Jadi masih panjang dan sampai hari ini belum ada satu pun anggota MPR yang mengusulkan," kata Hidayat.
Baca juga: Gerindra Tak Sepakat Penambahan Masa Jabatan Presiden
Secara terpisah, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan, wacana perubahan masa jabatan presiden menjadi satu periode selama 8 tahun juga memiliki alasan atau dasar yang patut dipertimbangkan.
Dengan satu kali masa jabatan yang lebih lama, seorang presiden dapat menjalankan seluruh program dengan baik ketimbang lima tahun.
"Ya itu kan baru sebuah wacana ya. Dan itu juga punya logical thinking-nya. Karena dengan satu kali masa jabatan tapi lebih lama, dia juga bisa meng-exercise, mengeksekusi program-programnya dengan baik," kata Arsul.
Masa Jabatan Presiden Harus Dibatasi
Terkait munculnya wacana tersebut, Ketua Fraksi Partai Gerindra di MPR Ahmad Riza Patria menuturkan bahwa pihaknya tak sepakat dengan perubahan masa jabatan presiden.
Menurut Riza, ketentuan yang ada saat ini sudah ideal. Ia menegaskan bahwa masa jabatan presiden harus dibatasi dan tidak boleh diperpanjang.
"Kalau masa jabatan, saya kira sudah final ya kan, dua periode. Tetap dua periode, lima tahun itu idealnya," ujar Riza di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2019).
"Jangan masa jabatan presiden itu berlama-lama. Sudah kita putuskan dua periode cukup," katanya.
Baca juga: Wakil Ketua MPR Ungkap Alasan Munculnya Wacana Masa Jabatan Presiden 8 Tahun
Hal senada diungkapkan oleh Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Ahmad Basarah.
Basarah menilai saat ini tak ada kebutuhan atau urgensi mengubah ketentuan masa jabatan presiden dalam UUD 1945.
Selain itu, ketentuan masa jabatan presiden saat ini ia anggap sudah cukup untuk memastikan pembangunan naisonal berjalan.
"Kami memandang tidak ada urgensinya untuk mengubah konstitusi kita yang menyangkut tentang masa jabatan presiden," ujar Basarah.
Baca juga: Wakil Ketua MPR Ungkap Ada Wacana Perubahan Masa Jabatan Presiden di UUD 1945
Basarah menegaskan bahwa Fraksi PDI-P ingin amendemen UUD 1945 dilakukan secara terbatas. Artinya, perubahan konstitusi hanya bertujuan untuk menghidupkan kembali GBHN.
Menurut Basarah, dengan adanya GBHN, rencana pembangunan nasional akan berkesinambungan meski terjadi pergantian kepemimpinan nasional.
"Kita tidak perlu lagi khawatir jika ganti presiden akan ganti visi misi, ganti program, karena sudah ada road map-nya. Bangsa Indonesia tidak perlu lagi khawatir siapa pun presidennya karena pembangunan nasional akan berkelanjutan," ucap Basarah.
Indonesia - Terkini - Google Berita
November 22, 2019 at 09:09AM
https://ift.tt/2XEfop3
Wacana Perubahan Masa Jabatan Presiden di Tengah Rencana Amendemen UUD 1945 - Kompas.com - Nasional Kompas.com
Indonesia - Terkini - Google Berita
https://ift.tt/32k1zwO
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Wacana Perubahan Masa Jabatan Presiden di Tengah Rencana Amendemen UUD 1945 - Kompas.com - Nasional Kompas.com"
Post a Comment