JAKARTA, KOMPAS.com – Sejumlah pasal di dalam draf Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga menuai kritik. Sebab, pasal-pasal di dalam draf tersebut dinilai telah masuk ke dalam ranah privat seseorang.
Misalnya, rencana pelarangan bondage and discipline, sadism and masochism atau BDSM dalam hubungan suami istri yang akan diatur pada Pasal 85 dan Pasal 86 RUU Ketahanan Keluarga.
Sekalipun, hubungan aktivitas BDSM di dalam hubungan seksual suami istri itu berdasarkan atas kesepakatan dan tidak ada unsur paksaan, namun perbuatan itu diyakini memiliki unsur kekerasan dan dapat melukai pasangan.
Hal lain yakni kewajiban istri dalam mengatur urusan rumah tangga dan memenuhi kebutuhan suami dan anak sebagaimana diatur di dalam Pasal 25 ayat (3).
Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga Dinilai Tak Boleh Urusi Persoalan Rumah Tangga
Tingginya perceraian
Menanggapi sejumlah kritik, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional Ali Taher Parasong yang menjadi salah satu pengusul RUU tersebut angkat suara. Ia menilai, munculnya pro kontra atas sebuah usulan RUU adalah sebuah hal yang wajar.
Namun faktanya, menurut Ali, kondisi sosial masyarakat dalam hubungan perkawinan saat ini dalam kondisi yang rapuh. Dasar pernyataan itu dilihat dari meningkatnya angka perceraian perkawinan dari tahun ke tahun.
"Kalau ini tingkat perceraian sekarang rata-rata kabupaten itu tidak kurang dari 150-300 per bulan," kata Ali Taher di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/2/2020).
Baca juga: Ketentuan Kontroversial dalam RUU Ketahanan Keluarga Pasal Per Pasal
Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilansir Kompas.com dari naskah akademik RUU tersebut menunjukkan, adanya tren perceraian di masyarakat dalam rentang waktu 2013 hingga 2018.
Pada 2013, kasus perceraian mencapai 324.247 kasus dan jumlah yang sama terjadi pada 2014.
Kemudian, pada 2015 jumlahnya meningkat menjadi 347.245 kasus dan kembali meningkat pada 2016 menjadi 365.654 kasus. Sementara, pada 2017 terjadi 374.516 kasus perceraian dan meningkat menjadi 408.202 kasus pada 2018.
"Kerapuhan dalam rumah tangga tercermin dalam perceraian per tahun, terjadi peningkatan luar biasa," kata dia.
Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga Tak Cantumkan Aturan KDRT, Ini Penjelasan Pengusul
Namun, berdasarkan data di dalam naskah akademik, faktor terbesar yang mengakibatkan kasus perceraian adalah terjadinya perselisihan dan pertengkaran terus menerus dalam keluarga (44,8 persen).
Selanjutnya, diikuti dengan masalah ekonomi (27,17 persen), suami/istri pergi (17,55 persen), kekerasan dalam rumah tangga (2,15 persen), dan mabuk (0,85 persen).
Ali pun beranggapan bahwa negara perlu hadir guna menyelesaikan persoalan ini. Salah satunya dengan membuat RUU Ketahanan Keluarga.
"UU itu menjadi sangat penting bagi kita untuk dilanjutkan agar persoalan ketahanan keluarga ini bisa menjadi alternatif pemecahan masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh keluarga," ujarnya.
Baca juga: Pasal-pasal Kontroversial RUU Ketahanan Keluarga: Atur LGBT, BDSM, hingga Kewajiban Suami-Istri
Pasal kontroversial
Salah satu pasal kontroversial yang diatur dalam RUU ini adalah terkait penyimpangan seksual berupa BDSM.
Ali Taher menyatakan, sejatinya hubungan seks menjadi wujud kebahagiaan pasangan suami istri di samping sebagai sarana reproduksi.
Aktivitas BDSM dalam hubungan suami istri diyakini masih memuat unsur kekerasan yang dapat melukai pasangan. Sehingga, sudah seharusnya hal itu dilarang dan diatur di dalam undang-undang demi mencegah terjadinya kekejaman di dalam rumah tangga.
“Ya diatur. Kalau enggak diatur, jangan sampai kekejaman terjadi dalam rumah tangga. Itu yang paling penting,” kata dia.
Baca juga: Penjelasan Pengusul RUU Ketahanan Keluarga soal Pasal Larangan BDSM...
Sebagai gambaran, pada 2016 Kementerian PPPA dan BPS pernah melakukan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) untuk mengumpulkan informasi tentang kekerasan terhadap perempuan pada skala nasional.
Hasilnya, 19,04 persen perempuan dewasa dan anak perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan seksual oleh orang lain selain pasangannya dalam kurun 12 bulan terakhir.
Kemudian, 12,3 persen perempuan 15-64 tahun yang pernah atau sedang menjalani hubungan pernikahan, pernah mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh pasangannya.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi VIII Tak Sepakat RUU Ketahanan Keluarga Atur Ranah Privat
Namun, di dalam naskah akademik RUU itu disebutkan bahwa data itu belum dengan jelas memisahkan berapa presentase perempuan yang sedang menikah dan berapa proporsi perempuan yang pernah menikah.
Hal ini tentu saja mempersulit untuk melihat permasalahan kekerasan dalam keluarga.
Ia pun merujuk Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang secara tegas menyatakan bahwa suami merupakan kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga.
Atas dasar tersebut, menurut Ali, sudah jelas bahwa tugas istri adalah mengurus persoalan rumah tangga sebaik-baiknya.
"Kebahagiaan keluarga itu bergantung kepada bagaimana ibu. Ibu yang memiliki hak asuh terhadap anak ketika tumbuh kembang. Jangan, oh itu persoalan gender. Enggak, ini bukan persoalan gender. Ini persoalan anak," tuturnya.
Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga, Kamar Orangtua, Anak Laki, dan Perempuan Harus Pisah
Untuk diketahui, RUU Ketahanan Keluarga masuk dalam 50 RUU Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2020. RUU ini merupakan usul DPR dan diajukan oleh lima anggota DPR yang terdiri dari empat fraksi.
Mereka adalah anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani, anggota Fraksi Partai Golkar Endang Maria Astuti, anggota Fraksi Partai Gerindra Sodik Mujahid, dan anggota Fraksi PAN Ali Taher.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Achmad Baidowi (Awi) mengonfirmasi nama-nama pengusul tersebut.
Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga Dikritik, Pengusul: Enggak Jadi Juga Enggak Apa-apa
Awi mengatakan, saat ini RUU Ketahanan Keluarga mulai dibahas di Baleg.
"RUU tersebut usul inisiatif DPR, masih dalam tahap penjelasan pengusul di rapat Baleg yang selanjutnya akan dibahas di Panja untuk diharmonisasi, sebelum dibawa ke pleno Baleg," kata Awi, Rabu (19/2/2020).
Indonesia - Terbaru - Google Berita
February 21, 2020 at 05:12AM
https://ift.tt/2P9Urzo
Jawaban Pengusul RUU Ketahanan Keluarga atas Kritik dan Kontroversi - Kompas.com - Nasional Kompas.com
Indonesia - Terbaru - Google Berita
https://ift.tt/32k1zwO
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Jawaban Pengusul RUU Ketahanan Keluarga atas Kritik dan Kontroversi - Kompas.com - Nasional Kompas.com"
Post a Comment